Persatuan dan kesatuan Islam sebagai ikatan persaudaraan seiman adalah dambaan semua umat Islam. Hal demikian adalah lumrah adanya, karena suatu komunitas yang disatukan oleh suatu ideologi baik ideologi teologis maupun non-teologis pasti menginginkan "keberadaannya" di muka bumi ini dipandang baik oleh komunitas diluarnya. Namun demikian, persatuan dan kesatuan umat sering dipahami sebagai suatu keseragaman bukan suatu kekompakan. Keseragaman bermakna apa yang menjadi keyakinan teologis dan pengamalannya mesti seragam di semua kelompok-kelompok kecil komunitas. sedangkan kekompakan bermakna, apa yang menjadi keyakinan teologis dan pengamalannya tidaklah mesti seragam cukup saling menghormati dibawah keyakinan bersama pada asas-asas teologis yang pokok.
Pada saat persatuan dan kesatuan umat Islam Indonesia hampir mencapai puncaknya dengan kekompakan Ormas-ormas besar Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persis tiba-tiba Islam di negeri ini digoda oleh sektarianisme baru yang mengarah ke radikal, menghalalkan segala cara dan terbentuk "common enemy" baru yang bernama Syiah.
Dalam disiplin ilmu kalam (ilmu theologi Islam) kelompok bernama Syiah bukanlah sesuatu yang asing, bahkan sesuatu yang takkan terpisahkan dari sejarah theology islam yang tertulis dalam buku-buku ilmiyah karya para Ulama. Ketidaktahuan sebagian orang terhadap Syiah, atau ketakutan berlebihan sebagian umat membuat persoalan kehadiran Syiah menjadi begitu seksi dan sensitif di negeri ini. Jika sensitifitas tersebut karena hal demikian, bisa dianggap wajar namun demikian sangatlah buruk apabila ketidaktahuan masyarakat Islam ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kepentingan sebagian kelompok Islam yang haus akan kekuasaan dan pengakuan umat.
Gerakan mensyiahkan orang (menuduh orang bagian dari syiah) di negeri kita sudah pada taraf yang memprihatinkan. Banyak individu muslim dengan mudah menuduh seseorang syiah hanya dari tampilan berbusana atau karena seseorang itu berpendapat yang dianggap cenderung tidak mengkafirkan syiah. Tentunya kondisi ini adalah sebuah kemunduran dari apa yang telah dilakukan buya Hamka dalam berda'wah kepada kelompok-kelompok Islam yang dianggap menyimpang. Buya Hamka senantiasa mengedepankan dialog dan tidak memvonis. Kondisi ini pula menjadi lahan empuk bagi partai politik dalam meraih simpati publik, celah menganga untuk menjatuhkan kompetitor ditengah persaingan bisnis, kesempatan emas ormas-ormas Islam yang gerakan da'wahnya tidak di jalur mainstream membangun kepercayaan umat demi menguatkan eksistensi kelompoknya.
Terlalu sederhana untuk menyatakan Syiah sebagai aliran sesat. Perlu penjelasan detail dan kesimpulan terperinci disaat menilai syiah sesat. Karena syiah terdiri dari berbagai sekte yang satu sama lain memiliki perbedaan mendasar yang apabila ditimbang menggunakan standar aqidah sunni akan menghasilkan kesimpulan berbeda pada tiap-tiap sektenya. Contoh kecil tidak mungkin menilai sama terhadap syiah zaidiyah dengan syiah isma'iliyah.
Akhirnya, mari kita wujudkan persatuan dan kesatuan islam dalam kekompakan membumikan nilai-nilai luhur islam sesuai dengan teladan Rasululloh SAW, dengan berpegang teguh kepada Qur'an dan sunnah tanpa menuntut keseragaman pemahaman dan pengamalan serta menghormati perbedaan pemahaman dan pengamalan Al-Islam.
0 Komentar untuk "Musuh Bersama Itu Bernama Syiah"